Jumat, 16 Januari 2009

GUNUNG ES ADA DI RUMAH KITA

Semalaman aku susah tidur, ada berita yang membuat nafasku sesak, lima orang Pekerja Seks Komersial yang ada di kafe-kafe Ranai terindikadisi HIV/AIDS , Duh Gusti... bagaimana ini terjadi? tidak mustahil karena kota Ranai sebagai ibu kota kabupaten telah marak dengan rumah remang-remang yang kadang juga tempat prostitusi alias kafe beberapa tahun yang lalu.Waktu itu aku masih jadi ketua Ikatan Kesejahteraan Anggota Dewan, wakil ketua BKMT, Ketua Aisyiyah bersama kawan-kawan dari Gabungan Organisasi Wanita memulai langkah arogansi atas kehadiran PSK dan berdirinya kafe-kafe, surat ke lembaga terkait juga ke pemerintahpun kami layangkan, pertemuan-pertemuan tertutup kami lakukan. Semuanya mensuport dan membuat strategi. Tinggal satu langkah lagi, menunggu peluit dibunyikan. "Sekarang siapa yang berani meniup peluit itu" tanyaku, semua diam tak ada yang berani, tak ada yang mau ambil resiko.Aku sempat berkonsultasi dengan para pejabat, mereka sarankan jangan arogan, selesaikan dengan pendekatan. Kami ikuti saran itu, terus melobi untuk segera diadakan razia.

Redam suasana, namun selang beberapa bulan, mulai lagi para istri yang suaminya melaukan seks bebas melakukan tindakan sendiri tanpa konsultasi dan perundingan, menyiksa salah satu PSK, yang berakibat berurusan dengan kepolisisan. Kami datang menyelesaikan permasalahan, kami minta keadilan. Serombongan perempuan mendatangi polres, kami harus bisa mendatangkan ketua DPRD dan Bupati, kami kepung jalan alternatif dari bandara Ranai ke arah kota, karena Bupati dan ketua DPRD baru tiba dari perjalanan dinas. Masalah dapat diselesaikan dengan baik, dan tuntutan kami adalah pemulangan PSK sesegera mungkin. Aku coba menenangkan pelaku kekerasan dan berani menjamin tidak berurusan lagi dengan polisi.

Terpilih Bupati baru, kami tetap melakukan diskusi dan langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaikan kafe dan PSK, setiap tahun menjelang Ramadhan selalu melayangkan surat yang ditandatangani seluruh organisasi wanita kepada pemerintah. Alhamdulillah Tim Pekat terbebtuk dan beberapa kali melakukan razia, tapi hasilnya belum maksimal karena tidak dilakukan secara intensif.

Dan sekarang dengan adanya pendataan indikasi penyakit HIV/AIDS bagi PSK, telah kita dengar bahwa lima orang PSK terindikasi HIV/AIDS.Siapa yang tidak sedih dengan berita ini? yang kami lakukan pada tahun-tahun yang lalu sebenarnya bukan hanya rasa sakit hati para istri yang suaminya melakukan seks bebas tapi lebih pada resiko yang merugikan keluarga dan produksi generasi yang akan datang. Kita tidak tahu sekarang, berapa banyak para lelaki yang melakukan seks bebas yang tekena virus HIV. Ibarat gunung es, yang terindikasi lima orang tetapi yang terkena virus mungkin puluhan atau ratusan. Haruskah bayi-bayi yang lahir sekarang ini menjadi generasi yang sakit-sakitan dan menderita HIV/AIDS? Saya yakin dan sepakat kita mengiginkan generasi yang akan datang adalah generasi yang lebih baik dan sehat.

Apa yang harus kita lakukan sekarang? secara pribadi saya menyatakan PERANG terhadap HIV/AIDS (siapa yang mau ikut?) dan mengajak seluruh masyarakat Natuna untuk :
1. Meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Mensosialisasikan bahaya penyakit HIV/AIDS melaluilembaga/organisasi yang ada, 3. Khusus untuk para ketua TP-PKK dari tingkat kecamatan, kelurahan/desa, untuk
mengisi kegiatan pertemuan bulanan diisi dengan sosialisasi penyakit HIV/AIDS
bekerjasama dengan dinas Kesehatan melalui Puskesmas.
4. Para lelaki yang pernah melakukan seks bebas di kafe-kafe atau tempat lain dengan
para PSK untuk memeriksakan diri ke dokter.

1 komentar:

  1. Saya salut dengan bu Ngesti yang sgt memikirkan nasib rakyatnya, sampai2 susah tidur. Saya setuju dg bu Ngesti, para PSK dan kafe2 itu sgt meresahkan.

    Tapi bu, menurut saya ada yg lebih meresahkan lagi, yaitu korupstor. Bagi saya para PSK itu sangat tidak terhormat karena meruntuhkan akhlak dan berpotensi menularkan HIV/ Aids, tapi menurut saya koruptor jauh lebih tidak terhormat karena meruntuhkan sendi2 kehidupan berbangsa. Kalau PSK menjual diri hanya untuk sekadar cari makan.Sedang koruptor jual moral untuk menumpuk kekayaan. Penyakit yg ditularkan PSK amat berbahaya bisa bikin kaum lelaki dan keluarga binasa. Tetapi koruptor lebh sadis lagi bisa membuat ganas kanker kemiskinan, birokrasi hancur apalagi jika dicontoh oleh atasan. nah menurut ibu mana yang lebih bahaya PSK atau koruptor? Btw pernah ngga ibu susah tidur karena memikirkan nasib rakyat yang jatahnya selalu dikorup. Mudah2an di Natuna bebas dari korupsi ya bu, bukan bebas melakukan korupsi. Semoga.Salam untuk pak Drs.H. Daeng Rusnadi,MSi, MBA. Semoga sehat selalu...

    BalasHapus