Kamis, 15 Januari 2009

BUMI KE -DUAKU

Tidak kusangka sebelumnya tanah yang jupijak saat itu akan menjadi bumi keduaku, jauh di ujung utara. Ada kesamaan dengan kampung halamanku "pantai, pohon kelapa, ikan asin, kapal-kapal nelayan". Ada yang membuat aku kerasan "gunung yang begitu dekat dan batu-batu besar yang berhamburan membentuk lukisan tertentu", Allhu akbar indah sekali.Lama aku menikmati tanpa geming, nyata-nyata kutelan kenyamanan semilir angin dan deburan ombak mengejar kaki putri sulungku. Tak ndak balik.

Ada yang harus kulakukan agar aku jadi "ORANG" di tanah ini. Aku harus menguasai bahasa. Aku biasakan tiap hari menggunakan bahasa lokal yang selalu salah-salah dalam ucapannya, sering orang menertawakan aku karena salah dialek. Bahasa Ranai tapi dialek Jawa, lucu sekali kedengarannya. Diluar dugaan, ternyata aku bisa melakukannya dalam waktu relatif cepat, sampai-sampai tetangga heran dengan kemampuanku.

Namun ada kesedihan yang dalam saat jalan-jalan ke pelosok-pelosok desa, hamparan tanah yang luas dibiarkan begitu saja tanpa ada yang mengolah, ada beberapa hutan tropis yang diambil kayunya, kondisi sosial masyarakat baik pendidikan, ekonomi, budaya masih memerlukan pembinaan dan perbaikan,itu yang kulihat dengan mata telanjangku. Dan agar aku tahu semua kucoba melihat dengan mata hatiku.

Ini adalah bumi keduaku, ini adalah Indonesiaku, aku tak minder dikatakan pendatang, aku harus realistis tapi aku harus bangun Indonesiaku.Kemampuan bahasaku kujadikan alat interaksi dengan masyarakat, aku mulai diterima oleh semua golongan dan aku tak pernah membeda-bedakan golongan.Senyumku untuk semua orang. Akupun bergabung dengan beberapa organisasi dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial, seni dan budaya, memotivasi kepada anak-anak daerah untuk belajar dan meningkatkan SDM nya.Ini adalah tanggungjawabku pada bumi keduaku yang sudah menyatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar