Minggu, 22 Februari 2009

WARGA KELAS DUA

Sebagian masyarakat masih memandang dengan sebelah mata terhadap yang namanya 'PEREMPUAN' sehingga kaum ini menduduki warga kelas dua yang keberadaannya tidak begitu diperhitngkan. Dalam hal ini perempuan ditantang untuk bisa menaikkan status kelasnya.

Upaya-upaya perempuan tidak bisa terelsasi kalau tidak ada dukungan dari kaum pria. Contoh soal istri pak dukun BJ mau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, pak dukun BJ memberi ultimatum dan pandangan, yang pertama pak dukun membolehkan kalau istrinya bisa komitmen dengan pekerjaan domestiknya. Yang kedua, tidak membolehkan karena politik adalah pekerjaannya kaum pria yang tidak layak dilakukan oleh kaum wanita. Dengan ultimatum dan pandangan pak dukun BJ maka sang istri dalam posisi kesulitan untuk memilih 'maju atau tidak'. Tetapi kalau pak dukun BJ bilang ya silakan ikut, saya dukung, pekerjaan domestik itu tanggungjawab kita berdua karena namanya juga keluarga beban kerjanya juga sama-sama dipikul, yang penting jangan lupa dengan kodrat sebagai perempuan (menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui) yang tidak bisa ditransfer kepada kaum laki-laki. Atau saya dukung karena politik bisa dilakukan oleh manusia tidak membedakan jenis kelamin karena ilmu politik adalah ilmu ketatanegaraan dengan segala tindakan,siasat atau kebijakan.

Pandangan yang keliru terhadap 'politik' yang dianggap sebagai pekerjaan yang keras dan kasar sehingga dalam perdebatan-perdebatannya sering menampilkan premanisasi. Cara kerja politik bisa menuai keberhasilah adalah dengan daya kritis yang tinggi, tanpa emosi apalagi premanisasi. Dan ini bisa dilakukan oleh kaum perempuan.

Marjinasisasi perempuan hadir juga karena diantaranya adalah pengakuan pada diri perempuan itu sendiri sebagai seorang yang terbatas dari segi kekuatan fisik, lebih emosional, lemah lembut, sebagai penyambung keturunan. Ini juga menjadi salah satu
penghambat ntuk menaikkan status perempuan agar bisa sama-sama menduduki warga kelas satu.

1 komentar:

  1. kasus dukun BJ di atas adalah bukti bahwa kekangan struktural atas nama adat budaya dan "pemahaman agama" yang keliru masih kental.

    masih diperlukan pejuang-pejuang perempuan yang tangguh untuk mengikis "kemunduran peradaban" tersebut.

    Saya tidak sepakat dengan pandangan yang menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua.

    Menempatkan perempuan sebagai second class adalah penghinaan terhadap ibu kandung sendiri.

    slm dari sedonou

    BalasHapus