Rabu, 07 Januari 2009

SEMBURAT JINGGA DI PANTAI KENCANA

Kubuka pintu, udara sangan sejuk. Malam tadi menjelang subuh hujan lebat setelah usai bunyi terompet tahun baru.Kudengar dari bilik rumah sambil nonton TV, filmnya lumayan bagus sampai terpingkal-pingkal. Kutunggu anakku pulang.

Kucoba sentuh halaman rumah di hari pertama tahun ini, masih seperti kemarin, tak ada perubahan, bahkan lebih terasa sepi. Ya...mungkin tadi malam banyak yang tidur kemalaman, susah bangun pagi. Aku jadi ingat waktu aku remaja seusia anakku, sering telat bangun pagi, bapaklah yang bangunkan anak-anaknya,"subuh! subuh!

Di jalan aku berpapasan dengan orng-orang dari masjid sehabis menunaikan sholat subuh," Assalamu'alaikum" sapaku
Mereka adalah tetangga sekitar rumahku. Aku sendiri jarang ke masjid, aku sering sholat di rumah sekalian membangunkan anak-anakku, rasanya itu lebih baik daripada sholat sendirian ke masjid tapi anak-anakku tidak kubangunkan untuk sholat.

Matahri masih malu-malu tuk menampakkan diri, awan melindungi wajahnya, hanya segaris warna jingga menghiasi langit, kulihat jelas di tepi pantai kencana. Tak ada orang lalu lalang hanya dua tiga orang yang sedang mengemas tempat jualan makanan kaki lima.
"Nambah rejekinya malam tadi, Mas? sapaku, kutahu dia orang jawa yang mencari rejekinya di Natuna.
"Lumayan, lebih dari biasanya" jawabnya santai tanpa memandangku
"Hai! kok seksi, pakai celana pendek! biasanya pakai celana panjang" gurauku dengan pelayan yang juga pemilik warung.
"Biasa , bu, tahun baru" jawabnya malu-malu
"Oh...."

Pagi itu terasa lebih dingin dan pantai kencana lebih kotor dari biasanya. Sisa-sisa makanan terseret gelombang,dibalikkan lagi terdampar di pasir-pasir, dimakan binatang laut yang keluar dari lobang pasir. Ketika aku datang, mereka dengar telapak kakiku, cepat-cepat masuk lobang yang mereka buat sambil membawa sisa-sisa makanan.
Kucoba teliti sekeliling nya, "tak ada kaleng minuman alkohol" gumamku. Syukurlah atau barangkali sengaja tak dibuang disini atau sudah dipungut para pemulung? Karena sering aku bertemu para pemulung memungut kaleng bekas minuman. Pernah aku bertanya pada para pemulung, e.. rupanya bukan pemulung seperti di kota-kota besar,mereka adalah para ibu-ibu atau anak-anak yang kerja sambilan, sambil jalan sekalian mungut kaleng.
"Untuk apa kaleng itu?
"Tuk dijual" jawabnya dengan logat melayu
"Dapat berapa?"
"Tak banyak, jadilah tuk nambah-nambah beli garam" lanjutnya.

Kupercepat jalanku agar lebih hangat . Udara pagi terasa segar di pagi pertama tahun ini, kutinggalkan pantai kencana dengan segaris warna jingga membalut detak-detak langkah kedepan " ADAKAH PERUBAHAN KEDEPAN YANG LEBIH BAIK?"

2 komentar:

  1. selalu ada harapan pada perubahan. selalu ada doa yang terselip di sana.

    Happy blogging Bu Ngesti. Mantap blognya makin lawa.

    BalasHapus
  2. assalamuaikum bu, pantai kencana kita skrang kuning menguning tak seindah dulu akibat tanah timbun...

    BalasHapus